1. Konsep
Ansietas
a.
Pengertian
ansietas
Ansietas adalah rasa takut yang tidak jelas disertai dengan
perasaan ketidakpastian, ketidakberdayaan, isolasi dan ketidakamanan. Seseorang
merasa dirinya sedang terancam (Stuart, 2013). Ansietas adalah keadaan emosi yang tidak menyenangkan,
melibatkan rasa takut yang subjektif, rasa tidak nyaman pada tubuh, dan gejala
fisik. Seringkali terdapat perasaan ancaman atau kematian yang akan terjadi,
yang dapat ataupun tidak sebagai respons terhadap ancaman yang dapat dikenali (Cornelius
K, 2012).
Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar
karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons (penyebab
tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu). Perasaan takut dan tidak
menentu sebagai sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya akan
datang dan memperkuat individu mengambil tindakan menghadapi ancaman (Yusuf
dkk, 2015).
Dari beberapa pengertian ansietas di atas, dapat disimpulkan
bahwa ansietas merupakan suatu
keadaan emosi yang tidak jelas dirasakan oleh seseorang, sehingga menimbulkan
kekhawatiran.
Menurut Peplau (1963) dalam Stuart
(2013), ada empat tingkat ansietas :
1)
Ansietas ringan
Terjadi saat ketegangan hidup
sehari-hari. Selama tahap ini seseorang waspada dan lapang persepsi meningkat.
Kemampuan seseorang untuk melihat, mendengar dan menangkap lebih dari
sebelumnya. Jenis ansietas ringan
dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
2)
Ansietas sedang
Dimana seseorang hanya berfokus pada
hal yang penting saja lapang persepsi menyempit sehingga kurang melihat,
mendengar dan menangkap. Seseorang memblokir area tertentu tetapi masih mampu
mengikuti perintah jika diarahkan untuk melakukannya.
3)
Ansietas berat
Ditandai dengan penurunan yang signifikan di lapang
persepsi. Cenderung memfokuskan pada hal yang detail dan tidak berpikir tentang
hal yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ansietas dan banyak arahan yang dibutuhkan untuk fokus pada area
lain.
4)
Panik
Panik dikaitkan degan rasa takut dan teror, sebagian
orang yang mengalami kepanikan tidak dapat melakukan hal-hal bahkan dengan
arahan. Gejala panik adalah peningkatan aktivitas motorik, penurunan kemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyempit, dan kehilangan
pemikiran rasional. Orang panik tidak mampu berkomunikasi atau berfungsi secara
efektif. Kondisi panik yang berkepanjangan akan menghasilkan kelelahan dan
kematian.
Rentang respons sehat sakit dipakai
untuk menggambarkan respons adaptif dan maladaptif pada ansietas. Ansietas memiliki
respons dari ringan sampai panik.
Adaptif Maladaptif
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
Sumber : Stuart,
(2013)
d.
Faktor
predisposisi
Menurut Stuart (2013), terdapat
beberapa teori yang menjelaskan ansietas
di antaranya sebagai berikut:
a.
Faktor
biologis
Otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepine. Reseptor ini membantu mengatur ansietas. Penghambat GABA juga berperan utama dalam mekanisme
biologis berhubungan dengan ansietas
sebagaimana halnya dengan endorfin. Ansietas
mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas
seseorang untuk mengatasi stresor.
b.
Faktor
psikologis
1)
Pandangan
psikoanalitik
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, yaitu id dan
superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif
sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan
dikendalikan oleh norma budaya. Ego atau Aku berfungsi menengahi tuntutan dari
dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2)
Pandangan
interpersonal
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan
dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan
kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu.
3)
Pandangan
perilaku
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori
perilaku lain menganggap ansietas sebagai suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam
diri untuk menghindari kepedihan. Ahli teori pembelajaran meyakini bahwa
individu yang terbiasa sejak kecil dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan
lebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya.
c.
Sosial
budaya
Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga. Faktor
ekonomi dan latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap terjadinya ansietas.
d.
Keluarga
Menunjukkan bahwa gangguan ansietas biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara
gangguan ansietas dan depresi.
e.
Faktor
yang mempengaruhi ansietas pada
lansia
Ada dua faktor yang mempengaruhi ansietas pada lansia menurut Noorkasiani
dan Tamher (2009), yaitu:
1)
Faktor
Internal
a) Usia
Usia mempengaruhi psikologi seseorang. Semakin bertambah usia seseorang, semakin siap pula dalam menerima cobaan dan berbagai masalah.
b) Jenis kelamin
Wanita lebih siap dalam menghadapi masalah dibandingkan
laki-laki yang cenderung lebih emosional.
c)
Tingkat
pendidikan
Tingkat pendidikan yang rendah akan menyebabkan seseorang
tersebut mengalami ansietas. Semakin
tinggi tingkat pendidikannya akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir.
Umumnya lansia yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi masih dapat
produktif.
d)
Motivasi
Adanya motivasi akan sangat membantu individu dalam
menghadapi masalah. Individu yang tidak mempunyai motivasi untuk menghadapi dan
menyelesaikan masalah akan membentuk koping yang destruktif.
2)
Faktor
eksternal
a)
Dukungan
keluarga
Dukungan dari keluarga merupakan unsur
penting dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan
rasa percaya diri akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah yang
terjadi akan meningkat.
b)
Dukungan
sosial
Dukungan sosial sebagai sumber koping, dimana kehadiran
orang lain dapat membantu seseorang mengurangi ansietas.
f.
Stresor
presipitasi
Menurut Stuart (2013), ada dua stresor
presipitasi yaitu :
1)
Ancaman
terhadap integritas fisik
Ancaman terhadap integritas fisik
melibatkan potensial cacat fisik atau penurunan kemampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. Ancaman ini mungkin berasal dari sumber internal
meliputi kegagalan sistem tubuh seperti jantung, sistem kekebalan tubuh atau
pengaturan suhu dan ancaman eksternal dapat berupa paparan terhadap infeksi
virus dan bakteri, polusi lingkungan dan bahaya keamanan ( minimnya perumahan
yang layak, makanan atau pakaian) serta cedera traumatik. Nyeri adalah indikasi
pertama bahwa integritas fisik sedang terancam, nyeri menciptakan ansietas yang sering memotivasi orang
untuk mencari perawatan kesehatan.
2)
Ancaman
terhadap sistem diri
Ancaman terhadap sistem diri seseorang
melibatkan bahwa identitas seseorang, harga diri dan fungsi sosial yang
terintegrasi. Kedua sumber eksternal dan internal dapat mengancam harga diri.
Sumber eksternal meliputi hilangnya nilai seseorang karena kematian, perceraian
atau relokasi, perubahan status pekerjaan, dilema etika, tekanan kelompok
sosial atau budaya dan stres kerja. Sumber internal meliputi masalah di rumah
atau di tempat kerja, atau ketika mendapatkan peran baru seperti menjadi orang
tua, mahasiswa atau karyawan.
g.
Respons
fisiologis, perilaku, kognitif dan afektif terhadap ansietas
1)
Fisiologis
a)
Kardiovaskuler
meliputi palpitasi, jantung berdebar-debar, peningkatan tekanan darah, pingsan.
Respons parasimpatik yaitu aktual pingsan, penurunan tekanan darah, penurunan
denyut nadi.
b)
Respirasi
meliputi napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada, pernapasan dangkal,
tenggorokan tersumbat, sensasi tersedak, terengah-engah.
c)
Gastrointestinal
meliputi nafsu makan jijik terhadap makanan, perut tidak nyaman, nyeri perut,
mual, rasa panas seperti terbakar, diare.
d)
Neuromuskuler
meliputi peningkatan refleks, reaksi kejut, kelopak mata berkedut, insomnia,
tremor, kekakuan, gelisah mondar-mandir, wajah tegang, kelemahan umum, kaki
goyah dan gerakan kaku.
e)
Saluran
kemih meliputi keinginan untuk buang air kecil, sering buang air kecil.
f)
Kulit
meliputi wajah memerah, berkeringat lokal (misalnya telapak tangan), gatal,
panas dan dingin, wajah pucat dan berkeringan seluruh tubuh.
2)
Perilaku,
respons yang ditunjukkan meliputi kegelisahan, ketegangan fisik, tremor, reaksi
kejut, bicara cepat, kurangnya koordinasi, rawan kecelakaan, penarikan
interpersonal, penghindaran dan hiperventilasi.
3)
Kognitif,
meliputi gangguan perhatian, konsentrasi yang buruk, kesalahan penilaian,
kreativitas berkurang, malu, kebingungan, produktivitas berkurang, kehilangan
objektivitas, takut kehilangan kontrol, takut cedera atau kematian, mimpi
buruk.
4)
Afektif,
meliputi kegelisahan, ketidaksabaran, rasa gelisah, ketegangan, gugup, takut,
frustasi, ketidakberdayaan (Stuart, 2013).
h.
Mekanisme
koping
Ketika mengalami ansietas, individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk
mencoba mengatasinya. Ketidakmampuan mengatasi ansietas secara
konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Pola yang
biasa digunakan individu untuk mengatasi ansietas ringan
cenderung tetap dominan ketika ansietas menjadi lebih intens. Ansietas ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang
sadar. Ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping:
1)
Reaksi
yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dalam berorientasi pada tindakan
untuk memenuhi tuntutan situasi stres secara realistis:
a)
Perilaku
menyerang digunakan untuk menghilangkan atau mengatasi hambatan pemenuhan
kebutuhan.
b)
Perilaku
menarik diri digunakan untuk
menjauhkan diri dari sumber ancaman, baik secara fisik maupun psikologis.
c)
Perilaku
kompromi digunakan untuk
mengubah cara yang biasa dilakukan individu, mengganti tujuan, atau
mengorbankan aspek kebutuhan personal.
2)
Mekanisme
pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang (Stuart, 2013).
i.
Alat
ukur Ansietas
1)
Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)
Mengetahui sejauh mana derajat ansietas seseorang apakah tidak ada gejala, ringan, sedang,
berat sekali menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan Hamilton
Anxiety Rating Scale (HARS). Alat ukur ini terdiri dari 14 gejala yaitu perasaan
cemas yang meliputi firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah
tersinggung dan cemas. Ketegangan meliputi merasa tegang, lesu, tidak bisa
istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis,gemetar dan gelisah. ketakutan
meliputi ketakutan pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, takut pada
binatang besar, pada keramaian lalu lintas, takut pada kerumunan orang banyak.
Gangguan tidur meliputi sukar masuk tidur, terbangun malam hari, tidur tidak nyenyak,
bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi buruk, mimpi menakutkan. Perasaan
depresi meliputi hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih,
bangun dini hari, perasaan berubah-ubah sepanjang hari. Gangguan kecerdasan
meliputi sukar konsentrasi, daya ingat menurun, dan daya ingat buruk. Gejala
somatik/fisik (otot) meliputi sakit dan nyeri di otot-otot, kaku, kedutan otot,
gigi gemerutuk, suara tidak stabil. Gejala kardiovaskuler meliputi takikardi,
berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa lesuh/lemas. Gejala
somatik/fisik (sensorik) meliputi tinitus (telinga berdenging), penglihatan
kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas dan perasaan ditusuk-tusuk (Dadang
Hawari, 2011).
2)
Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS)
TMAS merupakan instrumen pengukuran ansietas yang ditemukan oleh Janet
Taylor. Tingkat ansietas akan
diketahui dari tinggi rendahnya skor yang didapatkan. Makin besar skor maka tingkat ansietas semakin tinggi, dan makin kecil skor maka tingkat ansietas semakin rendah (Azwar 2007,
dalam Leily B 2014).
Kuesioner
TMAS berisi 50 butir pernyataan, dengan 2 pilihan yaitu “ya” dan “tidak”.
Kuesioner TMAS terdiri dari 13 pernyataan unfavourable
(pernyataan no 3, 4, 9, 12, 15, 18, 20, 25, 29, 38, 43, 44, 50) dan 37
pernyataan favourable (pernyataan no
1, 2, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 13, 14, 16, 17, 19, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 30,
31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 39, 40, 41, 42, 45, 46, 47, 48, 49). Setiap jawaban
dari pernyataan favourable bernilai 1 untuk jawaban “ya” dan 0 untuk jawaban
“tidak”. Pada pernyataan unfavourable bernilai 1 untuk jawaban “tidak” dan
bernilai 0 untuk jawaban “ya”. Untuk hasil dari penilaian tes TMAS yaitu :
1)
Skor
< 21 : tidak cemas
2)
Skor
≥ 21 : cemas
TMAS memiliki derajat validitas yang
cukup tinggi, akan tetapi diperngaruhi oleh kejujuran dan ketelitian responden
dalam mengisinya (Azwar 2007, dalam Leily Badrya 2014).
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Chourmain. (2008). Acuan Normatif Penelitian Untuk Penulisan
Skripsi, Tesis dan Disertasi. Jakarta: Al- Haramain Publising House
Cornelius, K. dkk.
(2012). At a Glance Psikiatri edisi 4.
Jakarta: Erlangga
Depkes, RI. (2017). Pelayanan
Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. www.depkes.go.id Di akses 11
Agustus 2017
Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil. (2014). Profil Perkembangan Kependudukan Kota Bandung
2014
Friedman, M. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori
Dan Praktek. Jakarta: EGC
.
(2014). Buku Ajar Keperawatan Keluarga.
Jakarta: EGC
Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Semarang:
Pustaka Pelajar
Hawari, Dadang. 2011. Manajemen Stres, Cemas dan
Depresi. Jakarta: FKUI
Heningsih. (2014). Gambaran Tingkat Ansietas Pada Lansia di
Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta. http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id . Di akses 15 November 2017
Ilham, M. (2016). Hubungan antara Dukungan Keluarga Dengan
Tingkat kecemasan Pada Pasien Hipertensi di Ruang Rawat Inap RSUD kota Surakarta.
STIKES Kusuma Husada. http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id. Di akses 9 November 2017
Johnston, J.H. dkk.
(2011). The impact of social Support on
Perceived control among older adult: Building block of empowerment. Journal
of extension 49(5): 1-8 article number 5RIB4
Joyce, M. & Jane,
H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8. Singapura: Elsevier
Kaplan, H.I, dkk.
(2010). Sinopsis Psikiatri: Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Tangerang: Binarupa Aksara
Kowalski. (2010). Hipertensi Pada Lanjut Usia. Jakarta:
Image Press
Kushariyadi. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Lanjut Usia.
Jakarta: Salemba Medika
Kusumawardani, A.
(2014). Hubungan antara Dukungan Sosial
dan Kualitas Hidup Lansia Penderita Hipertensi. UNPAD: Jatinangor. Di
akses: http://repository.unpad.ac.id
Leily, B. (2014). Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Mahasiswa
Kedokteran Laki-laki dan Perempuan Angkatan 2011 FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Dalam Menghadapi Ujian OSCE 2014. http://repository.uinjkt.ac.id . Di akses 17 November 2017
Maryam, S. dkk. (2008).
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika
Muhith, A. &
Sandu, S. (2016). Pendidikan Keperawatan
Gerontik. Yogyakarta: Andi
Notoatmodjo. (2007). Promosi
Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
. (2010).
Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
. (2014). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta
Novi, F. (2016). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Mekanisme
Koping Lansia Terhadap Penyakit Hipertensi Di Kelurahan Sukaluyu Wilayah Kerja
Puskesmas Neglasari Bandung. STIK Immanuel
Nugroho, W. (2015). Keperawatan
Gerontik dan Geriatrik Edisi 3. Jakarta: EGC
Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Ode, S.
(2012).
Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika
Padila. (2013). Buku
Ajar Keperawatan Gerontik.Yogyakarta: Nuha Medika
Putri, D. (2013). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Kecemasan Pada Lansia di Kelurahan Lembah Sari Rumbai Pesisir. Universitas
Riau. Di akses: http://repository.unri.ac.id
Quen, M. (2016). Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Tindakan
Ibu Dalam Pencegahan ISPA Pada Balita Di Kelurahan Ciseureuh Wilayah Kerja
Puskesmas Moch.Ramdhan Bandung. STIK Immanuel
Riset kesehatan
Dasar (RIKESDAS). (2013). Kementerian Kesehatan. http://www.depkes.go.id. Diakses 5 Agustus 2017
Setiadi. (2008). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Sri, A. dkk. (2014). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi
Lansia Hipertensi Dalam Memeriksakan Tekanan Darahnya. Universitas Riau.
JOM PSIK Vol 1 No 2, Oktober 2014. https://media.neliti.com. Diakses 30 Oktober 2017
Stuart. (2013). Prinsip dan Praktek Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Singapore: Elsevier
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D. Bandung: Alfabeta
.(2017).
Statistika Untuk Penelitian. Bandung:
Alfabeta
Tamher, S. &
Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia
Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Tedjasukmana, P.
(2012). Tata Laksana Hipertensi.
Jakarta: Departemen Kardiologi, RS Premier Jatinegara dan RS Graha Kedoya
Tirtayasa, G. (2008).
Hubungan Kebiasaan Hidup dan Dukungan
Keluarga Lansia Dengan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Rendang Karang Asem
Bali. http://lib.unair.ac.id . Di akses 11 November 2017
Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita
Hipertensi Secra Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu
Yusuf, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar