Senin, 20 Februari 2023

KONSEP ANSIETAS

 

1.      Konsep Ansietas

a.       Pengertian ansietas

        Ansietas adalah rasa takut yang tidak jelas disertai dengan perasaan ketidakpastian, ketidakberdayaan, isolasi dan ketidakamanan. Seseorang merasa dirinya sedang terancam (Stuart, 2013).  Ansietas adalah keadaan emosi yang tidak menyenangkan, melibatkan rasa takut yang subjektif, rasa tidak nyaman pada tubuh, dan gejala fisik. Seringkali terdapat perasaan ancaman atau kematian yang akan terjadi, yang dapat ataupun tidak sebagai respons terhadap ancaman yang dapat dikenali (Cornelius K, 2012).

Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons (penyebab tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu). Perasaan takut dan tidak menentu sebagai sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya akan datang dan memperkuat individu mengambil tindakan menghadapi ancaman (Yusuf dkk, 2015).

Dari beberapa pengertian ansietas di atas, dapat disimpulkan bahwa ansietas merupakan suatu keadaan emosi yang tidak jelas dirasakan oleh seseorang, sehingga menimbulkan kekhawatiran.

 b.      Tingkat ansietas

        Menurut Peplau (1963) dalam Stuart (2013), ada empat tingkat ansietas :

1)      Ansietas  ringan

        Terjadi saat ketegangan hidup sehari-hari. Selama tahap ini seseorang waspada dan lapang persepsi meningkat. Kemampuan seseorang untuk melihat, mendengar dan menangkap lebih dari sebelumnya. Jenis ansietas ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

2)      Ansietas sedang

        Dimana seseorang hanya berfokus pada hal yang penting saja lapang persepsi menyempit sehingga kurang melihat, mendengar dan menangkap. Seseorang memblokir area tertentu tetapi masih mampu mengikuti perintah jika diarahkan untuk melakukannya.

3)      Ansietas berat

Ditandai dengan penurunan yang signifikan di lapang persepsi. Cenderung memfokuskan pada hal yang detail dan tidak berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ansietas dan banyak arahan yang dibutuhkan untuk fokus pada area lain.

4)      Panik

Panik dikaitkan degan rasa takut dan teror, sebagian orang yang mengalami kepanikan tidak dapat melakukan hal-hal bahkan dengan arahan. Gejala panik adalah peningkatan aktivitas motorik, penurunan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyempit, dan kehilangan pemikiran rasional. Orang panik tidak mampu berkomunikasi atau berfungsi secara efektif. Kondisi panik yang berkepanjangan akan menghasilkan kelelahan dan kematian.

 c.       Rentang respons ansietas

        Rentang respons sehat sakit dipakai untuk menggambarkan respons adaptif dan maladaptif pada ansietas. Ansietas memiliki respons dari ringan sampai panik.

 

 Skema. 2.1  Rentang Respons Ansietas

 

Adaptif                                                                                          Maladaptif                                                                     

       Antisipasi            Ringan           Sedang            Berat           Panik

 

Sumber : Stuart, (2013)

 

d.      Faktor predisposisi

        Menurut Stuart (2013), terdapat beberapa teori yang menjelaskan ansietas di antaranya sebagai berikut:

a.       Faktor biologis

        Otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine. Reseptor ini membantu mengatur ansietas. Penghambat GABA juga berperan utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas sebagaimana halnya dengan endorfin. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stresor.

b.      Faktor psikologis

1)      Pandangan psikoanalitik

        Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego atau Aku berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

2)      Pandangan interpersonal

Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu.           

3)      Pandangan perilaku

Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori perilaku lain menganggap ansietas sebagai suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan. Ahli teori pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa sejak kecil dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya.

c.       Sosial budaya

        Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga. Faktor ekonomi dan latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap terjadinya ansietas.

d.      Keluarga

Menunjukkan bahwa gangguan ansietas biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara gangguan ansietas dan depresi.

 

e.       Faktor yang mempengaruhi ansietas pada lansia

        Ada dua faktor yang mempengaruhi ansietas pada lansia menurut Noorkasiani dan Tamher (2009), yaitu:

1)      Faktor Internal

a)      Usia

    Usia mempengaruhi psikologi seseorang. Semakin bertambah usia seseorang, semakin siap pula dalam menerima cobaan dan berbagai masalah.

b)      Jenis kelamin

Wanita lebih siap dalam menghadapi masalah dibandingkan laki-laki yang cenderung lebih emosional.

c)      Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan yang rendah akan menyebabkan seseorang tersebut mengalami ansietas. Semakin tinggi tingkat pendidikannya akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir. Umumnya lansia yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi masih dapat produktif.

d)      Motivasi

Adanya motivasi akan sangat membantu individu dalam menghadapi masalah. Individu yang tidak mempunyai motivasi untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah akan membentuk koping yang destruktif.

2)      Faktor eksternal

a)      Dukungan keluarga

        Dukungan dari keluarga merupakan unsur penting dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan rasa percaya diri akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah yang terjadi akan meningkat.

b)      Dukungan sosial

Dukungan sosial sebagai sumber koping, dimana kehadiran orang lain dapat membantu seseorang mengurangi ansietas.

 

f.        Stresor presipitasi

        Menurut Stuart (2013), ada dua stresor presipitasi yaitu :

1)      Ancaman terhadap integritas fisik

        Ancaman terhadap integritas fisik melibatkan potensial cacat fisik atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Ancaman ini mungkin berasal dari sumber internal meliputi kegagalan sistem tubuh seperti jantung, sistem kekebalan tubuh atau pengaturan suhu dan ancaman eksternal dapat berupa paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polusi lingkungan dan bahaya keamanan ( minimnya perumahan yang layak, makanan atau pakaian) serta cedera traumatik. Nyeri adalah indikasi pertama bahwa integritas fisik sedang terancam, nyeri menciptakan ansietas yang sering memotivasi orang untuk mencari perawatan kesehatan.

2)      Ancaman terhadap sistem diri

        Ancaman terhadap sistem diri seseorang melibatkan bahwa identitas seseorang, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi. Kedua sumber eksternal dan internal dapat mengancam harga diri. Sumber eksternal meliputi hilangnya nilai seseorang karena kematian, perceraian atau relokasi, perubahan status pekerjaan, dilema etika, tekanan kelompok sosial atau budaya dan stres kerja. Sumber internal meliputi masalah di rumah atau di tempat kerja, atau ketika mendapatkan peran baru seperti menjadi orang tua, mahasiswa atau karyawan.

 

g.      Respons fisiologis, perilaku, kognitif dan afektif terhadap ansietas

1)      Fisiologis

a)      Kardiovaskuler meliputi palpitasi, jantung berdebar-debar, peningkatan tekanan darah, pingsan. Respons parasimpatik yaitu aktual pingsan, penurunan tekanan darah, penurunan denyut nadi.

b)      Respirasi meliputi napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada, pernapasan dangkal, tenggorokan tersumbat, sensasi tersedak, terengah-engah.

c)      Gastrointestinal meliputi nafsu makan jijik terhadap makanan, perut tidak nyaman, nyeri perut, mual, rasa panas seperti terbakar, diare.

d)      Neuromuskuler meliputi peningkatan refleks, reaksi kejut, kelopak mata berkedut, insomnia, tremor, kekakuan, gelisah mondar-mandir, wajah tegang, kelemahan umum, kaki goyah dan gerakan kaku.

e)      Saluran kemih meliputi keinginan untuk buang air kecil, sering buang air kecil.

f)       Kulit meliputi wajah memerah, berkeringat lokal (misalnya telapak tangan), gatal, panas dan dingin, wajah pucat dan berkeringan seluruh tubuh.

2)      Perilaku, respons yang ditunjukkan meliputi kegelisahan, ketegangan fisik, tremor, reaksi kejut, bicara cepat, kurangnya koordinasi, rawan kecelakaan, penarikan interpersonal, penghindaran dan hiperventilasi.

3)      Kognitif, meliputi gangguan perhatian, konsentrasi yang buruk, kesalahan penilaian, kreativitas berkurang, malu, kebingungan, produktivitas berkurang, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kontrol, takut cedera atau kematian, mimpi buruk.

4)      Afektif, meliputi kegelisahan, ketidaksabaran, rasa gelisah, ketegangan, gugup, takut, frustasi, ketidakberdayaan (Stuart, 2013).

 

h.      Mekanisme koping

        Ketika mengalami ansietas, individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya. Ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Pola yang biasa digunakan individu untuk mengatasi ansietas ringan cenderung tetap dominan ketika ansietas menjadi lebih intens. Ansietas ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang sadar. Ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping:

1)      Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dalam berorientasi pada tindakan untuk memenuhi tuntutan situasi stres secara realistis:

a)         Perilaku menyerang digunakan untuk menghilangkan atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.

b)         Perilaku menarik diri digunakan untuk menjauhkan diri dari sumber ancaman, baik secara fisik maupun psikologis.

c)         Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara yang biasa dilakukan individu, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal.

2)      Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang (Stuart, 2013).

 

i.        Alat ukur Ansietas

1)      Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)

        Mengetahui sejauh mana derajat ansietas seseorang apakah tidak ada gejala, ringan, sedang, berat sekali menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Alat ukur ini terdiri dari 14 gejala yaitu perasaan cemas yang meliputi firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung dan cemas. Ketegangan meliputi merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis,gemetar dan gelisah. ketakutan meliputi ketakutan pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, takut pada binatang besar, pada keramaian lalu lintas, takut pada kerumunan orang banyak. Gangguan tidur meliputi sukar masuk tidur, terbangun malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi buruk, mimpi menakutkan. Perasaan depresi meliputi hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih, bangun dini hari, perasaan berubah-ubah sepanjang hari. Gangguan kecerdasan meliputi sukar konsentrasi, daya ingat menurun, dan daya ingat buruk. Gejala somatik/fisik (otot) meliputi sakit dan nyeri di otot-otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil. Gejala kardiovaskuler meliputi takikardi, berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa lesuh/lemas. Gejala somatik/fisik (sensorik) meliputi tinitus (telinga berdenging), penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas dan perasaan ditusuk-tusuk (Dadang Hawari, 2011).

 

2)      Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS)

        TMAS merupakan instrumen pengukuran ansietas yang ditemukan oleh Janet Taylor. Tingkat ansietas akan diketahui dari tinggi rendahnya skor yang didapatkan. Makin  besar skor maka tingkat ansietas semakin tinggi, dan makin kecil skor maka tingkat ansietas semakin rendah (Azwar 2007, dalam Leily B 2014).

Kuesioner TMAS berisi 50 butir pernyataan, dengan 2 pilihan yaitu “ya” dan “tidak”. Kuesioner TMAS terdiri dari 13 pernyataan unfavourable (pernyataan no 3, 4, 9, 12, 15, 18, 20, 25, 29, 38, 43, 44, 50) dan 37 pernyataan favourable (pernyataan no 1, 2, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 13, 14, 16, 17, 19, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 39, 40, 41, 42, 45, 46, 47, 48, 49). Setiap jawaban dari pernyataan favourable bernilai 1 untuk jawaban “ya” dan 0 untuk jawaban “tidak”. Pada pernyataan unfavourable bernilai 1 untuk jawaban “tidak” dan bernilai 0 untuk jawaban “ya”. Untuk hasil dari penilaian tes TMAS yaitu :

1)      Skor < 21              : tidak cemas

2)      Skor ≥ 21              : cemas

        TMAS memiliki derajat validitas yang cukup tinggi, akan tetapi diperngaruhi oleh kejujuran dan ketelitian responden dalam mengisinya (Azwar 2007, dalam Leily Badrya 2014).







DAFTAR PUSTAKA

 

Arikunto. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Chourmain. (2008). Acuan Normatif Penelitian Untuk Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi. Jakarta: Al- Haramain Publising House

Cornelius, K. dkk. (2012). At a Glance Psikiatri edisi 4. Jakarta: Erlangga

Depkes, RI. (2017). Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. www.depkes.go.id Di akses 11 Agustus 2017

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. (2014). Profil Perkembangan Kependudukan Kota Bandung 2014

Friedman, M. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori Dan Praktek. Jakarta: EGC

                    . (2014). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC

Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Semarang: Pustaka Pelajar

Hawari, Dadang. 2011. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: FKUI

Heningsih. (2014). Gambaran Tingkat Ansietas Pada Lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta. http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id . Di akses 15 November 2017

Ilham, M. (2016). Hubungan antara Dukungan Keluarga Dengan Tingkat kecemasan Pada Pasien Hipertensi di Ruang Rawat Inap RSUD kota Surakarta. STIKES Kusuma Husada. http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id. Di akses 9 November 2017

Johnston, J.H. dkk. (2011). The impact of social Support on Perceived control among older adult: Building block of empowerment. Journal of extension 49(5): 1-8 article number 5RIB4

Joyce, M. & Jane, H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Singapura: Elsevier

Kaplan, H.I, dkk. (2010). Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Tangerang: Binarupa Aksara

Kowalski. (2010). Hipertensi Pada Lanjut Usia. Jakarta: Image Press

Kushariyadi. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika

Kusumawardani, A. (2014). Hubungan antara Dukungan Sosial dan Kualitas Hidup Lansia Penderita Hipertensi. UNPAD: Jatinangor. Di akses: http://repository.unpad.ac.id

Leily, B. (2014). Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Mahasiswa Kedokteran Laki-laki dan Perempuan Angkatan 2011 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dalam Menghadapi Ujian OSCE 2014. http://repository.uinjkt.ac.id . Di akses 17 November 2017

Maryam, S.  dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika

Muhith, A. & Sandu, S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Andi

Notoatmodjo. (2007). Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta

                    . (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

                    . (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

                    . (2014). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Novi, F. (2016). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Mekanisme Koping Lansia Terhadap Penyakit Hipertensi Di Kelurahan Sukaluyu Wilayah Kerja Puskesmas Neglasari Bandung. STIK Immanuel

Nugroho, W. (2015). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik Edisi 3. Jakarta: EGC

Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Ode, S. (2012). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika

Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Yogyakarta: Nuha Medika

Putri, D. (2013). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Pada Lansia di Kelurahan Lembah Sari Rumbai Pesisir. Universitas Riau. Di akses: http://repository.unri.ac.id

Quen, M. (2016). Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Tindakan Ibu Dalam Pencegahan ISPA Pada Balita Di Kelurahan Ciseureuh Wilayah Kerja Puskesmas Moch.Ramdhan Bandung. STIK Immanuel

Riset kesehatan Dasar (RIKESDAS). (2013). Kementerian Kesehatan. http://www.depkes.go.id. Diakses 5 Agustus 2017

Setiadi. (2008). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sri, A. dkk. (2014). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Lansia Hipertensi Dalam Memeriksakan Tekanan Darahnya. Universitas Riau. JOM PSIK Vol 1 No 2, Oktober 2014. https://media.neliti.com. Diakses 30 Oktober 2017

Stuart. (2013). Prinsip dan Praktek Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

                    .(2017). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Tamher, S. & Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Tedjasukmana, P. (2012). Tata Laksana Hipertensi. Jakarta: Departemen Kardiologi, RS Premier Jatinegara dan RS Graha Kedoya

Tirtayasa, G. (2008). Hubungan Kebiasaan Hidup dan Dukungan Keluarga Lansia Dengan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Rendang Karang Asem Bali.  http://lib.unair.ac.id . Di akses 11 November 2017

Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secra Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu

Yusuf, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika


Tidak ada komentar:

Posting Komentar