Senin, 20 Februari 2023

Keperawatan KMB - Konsep Hipertensi

 

1.      Konsep hipertensi

a.       Pengertian hipertensi

        Jean Elizabeth D mengemukakan dalam Joyce & Jane (2014), bahwa hipertensi arterial yang disebut juga dengan tekanan darah tinggi, didefinisikan sebagai elevasi persisten dari tekanan darah sistolik (TDS) pada level 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik (TDD) pada level 90 mmHg atau lebih.  Pengertian hipertensi banyak dikemukakan oleh para ahli. WHO mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila tekanan darah di atas 160/95 mmhg, sementara itu Smelttzer dan Bare dalam Ode (2012) mengemukakan bahwa hipertensi merupakan tekanan darah persisten atau terus menerus sehingga melebihi batas normal dimana tekanan sistolik di atas 140 mmhg dan tekanan diastole di atas 90 mmhg.

 Tabel  Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa  (Kowalski, 2010)

No

Kategori

Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)

1.

Normal

< 130

< 85

2.

High Normal

130-139

85-89

3.

Hipertensi

 

 

 

Grade 1 (ringan)

140-159

90-99

 

Grade 2 (sedang)

160-179

100-109

 

Grade 3 (berat)

180-209

110-119

 

Grade 4 (sangat berat)

>210

>120

  b.      Mekanisme terjadinya hipertensi

        Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh darah yang sempit dari biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan darah. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklarierosis.

Cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokontriksi yaitu arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal tidak dapat membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat (Triyanto, 2014). Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang arteri mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun. Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan didalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara: jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal.

         Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukkan hormon angiotensin, yang akan selanjutnya memicu pelepasan hormon aldesteron. Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah, karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cidera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.

Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom yang untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-fight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar), meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung dan juga mempersempit sebagian besar arteriola tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak), mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh, melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang merangsang jantung dan pembuluh darah. Faktor stress merupakan satu faktor pencetus terjadinya peningkatan tekanan darah dengan proses pelepasan hormon epinefrin dan norepinefrin (Triyanto, 2014).

c.       Faktor-faktor resiko yang tidak dapat diubah

1)      Riwayat keluarga

        Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktorial yaitu pada seseorang dengan riwayat hipertensi keluarga, beberapa gen mungkin berinteraksi dengan yang lainnya dan juga lingkungan yang dapat menyebabkan tekanan darah naik dari waktu ke waktu. Kecenderungan genetis yang membuat keluarga tertentu lebih rentan terhadap hipertensi mungkin berhubungan dengan peningkatan kadar natriun intraseluler dan penurunan rasio lasium-natrium, yang lebih sering ditemukan pada orang berkulit hitam. Klien dengan orang tua yang memiliki hipertensi berada pada resiko yang lebih tinggi pada usia muda.

2)      Usia

Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun. Peristiwa hipertensi meningkat dengan usia 50-60% klien yang berumur lebih dari 60 tahun memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg.

3)      Jenis kelamin

Pada keseluruhan insiden, hipertensi lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita sampai kira-kira usia 55 tahun. Resiko pada pria dan wanita hampir sama antara usia 55 sampai 74 tahun, kemudian setelah usia 74 tahun wanita beresiko lebih besar.

4)      Etnis

Statistik mortalitas mengindikasikan bahwa angka kematian pada wanita berkulit putih dewasa dengan hipertensi lebih rendah pada angka 4,7%, pria berkulit putih 6,3%, pria berkulit hitam 22,5% dan angka kematian tertinggi pada wanita berkulit hitam pada angka 29,3%. Alasan peningkatan prevalensi ini belum jelas, akan tetapi peningkatannya dikaitkan dengan kadar renin yang lebih rendah, sensitivitas yang lebih besar terhadap vasopresin, tingginya asupan garam, dan tingginya stres lingkungan (Joyce dan Jane, 2014).

d.      Faktor-faktor resiko yang dapat diubah

1)      Diabetes

        Ketika seorang klien diabetes didiagnosis dengan hipertensi, keputusan pengobatan dan perawatan tindak lanjut harus benar-benar individual dan agresif.

2)      Stres

Stres meningkatkan resistansi vaskular perifer dan curah jantung serta menstimulasi aktivitas sistem saraf simpatis. Stresor bisa banyak hal, mulai dari suara, infeksi, peradangan, nyeri, berkurangnya suplai oksigen, panas, dingin, trauma, pengerahan tenaga berkepanjangan, respons pada peristiwa kehidupan, obesitas, usia tua, obat-obatan, penyakit pembedahan dan pengobatan medis dapat memicu respon stres.

3)      Obesitas

Obesitas, terutama pada tubuh bagian atas, dengan meningkatnya jumlah lemak sekitar diafragma, pinggang, dan perut, dihubungan dengan pengembangan hipertensi.

4)      Nutrisi

Komsumsi natrium bisa menjadi faktor penting dalam perkembangan hipertensi esensial. Paling tidak 40% dari klien yang akhirnya terkena hipertensi akan sensitif terhadap garam dan kelebihan garam menjadi penyebab pencetus hipertensi. Diet tinggi garam mungkin menyebabkan pelepasan hormon natriuretik yang berlebihan, yang mungkin secara tidak langsung meningkatkan tekanan darah. Muatan natrium juga menstimulasi mekanisme vasopresor di dalam sistem saraf pusat (SSP).

5)      Penyalahgunaan obat

Merokok sigaret, mengkonsumsi banyak alkohol, dan beberapa penggunaan obat terlarang merupakan faktor-faktor resiko hipertensi (Joyce dan Jane, 2014).



DAFTAR PUSTAKA

 

Arikunto. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Chourmain. (2008). Acuan Normatif Penelitian Untuk Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi. Jakarta: Al- Haramain Publising House

Cornelius, K. dkk. (2012). At a Glance Psikiatri edisi 4. Jakarta: Erlangga

Depkes, RI. (2017). Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. www.depkes.go.id Di akses 11 Agustus 2017

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. (2014). Profil Perkembangan Kependudukan Kota Bandung 2014

Friedman, M. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori Dan Praktek. Jakarta: EGC

                    . (2014). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC

Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Semarang: Pustaka Pelajar

Hawari, Dadang. 2011. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: FKUI

Heningsih. (2014). Gambaran Tingkat Ansietas Pada Lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta. http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id . Di akses 15 November 2017

Ilham, M. (2016). Hubungan antara Dukungan Keluarga Dengan Tingkat kecemasan Pada Pasien Hipertensi di Ruang Rawat Inap RSUD kota Surakarta. STIKES Kusuma Husada. http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id. Di akses 9 November 2017

Johnston, J.H. dkk. (2011). The impact of social Support on Perceived control among older adult: Building block of empowerment. Journal of extension 49(5): 1-8 article number 5RIB4

Joyce, M. & Jane, H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Singapura: Elsevier

Kaplan, H.I, dkk. (2010). Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Tangerang: Binarupa Aksara

Kowalski. (2010). Hipertensi Pada Lanjut Usia. Jakarta: Image Press

Kushariyadi. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika

Kusumawardani, A. (2014). Hubungan antara Dukungan Sosial dan Kualitas Hidup Lansia Penderita Hipertensi. UNPAD: Jatinangor. Di akses: http://repository.unpad.ac.id

Leily, B. (2014). Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Mahasiswa Kedokteran Laki-laki dan Perempuan Angkatan 2011 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dalam Menghadapi Ujian OSCE 2014. http://repository.uinjkt.ac.id . Di akses 17 November 2017

Maryam, S.  dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika

Muhith, A. & Sandu, S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Andi

Notoatmodjo. (2007). Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta

                    . (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

                    . (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

                    . (2014). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Novi, F. (2016). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Mekanisme Koping Lansia Terhadap Penyakit Hipertensi Di Kelurahan Sukaluyu Wilayah Kerja Puskesmas Neglasari Bandung. STIK Immanuel

Nugroho, W. (2015). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik Edisi 3. Jakarta: EGC

Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Ode, S. (2012). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika

Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Yogyakarta: Nuha Medika

Putri, D. (2013). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Pada Lansia di Kelurahan Lembah Sari Rumbai Pesisir. Universitas Riau. Di akses: http://repository.unri.ac.id

Quen, M. (2016). Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Tindakan Ibu Dalam Pencegahan ISPA Pada Balita Di Kelurahan Ciseureuh Wilayah Kerja Puskesmas Moch.Ramdhan Bandung. STIK Immanuel

Riset kesehatan Dasar (RIKESDAS). (2013). Kementerian Kesehatan. http://www.depkes.go.id. Diakses 5 Agustus 2017

Setiadi. (2008). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sri, A. dkk. (2014). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Lansia Hipertensi Dalam Memeriksakan Tekanan Darahnya. Universitas Riau. JOM PSIK Vol 1 No 2, Oktober 2014. https://media.neliti.com. Diakses 30 Oktober 2017

Stuart. (2013). Prinsip dan Praktek Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

                    .(2017). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Tamher, S. & Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Tedjasukmana, P. (2012). Tata Laksana Hipertensi. Jakarta: Departemen Kardiologi, RS Premier Jatinegara dan RS Graha Kedoya

Tirtayasa, G. (2008). Hubungan Kebiasaan Hidup dan Dukungan Keluarga Lansia Dengan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Rendang Karang Asem Bali.  http://lib.unair.ac.id . Di akses 11 November 2017

Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secra Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu

Yusuf, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika





1 komentar: