1. Konsep
hipertensi
a.
Pengertian
hipertensi
Jean Elizabeth D mengemukakan dalam Joyce & Jane
(2014), bahwa hipertensi arterial yang disebut juga dengan tekanan darah
tinggi, didefinisikan sebagai elevasi persisten dari tekanan darah sistolik
(TDS) pada level 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik (TDD) pada
level 90 mmHg atau lebih. Pengertian
hipertensi banyak dikemukakan oleh para ahli. WHO mengemukakan bahwa hipertensi
terjadi bila tekanan darah di atas 160/95 mmhg, sementara itu Smelttzer dan
Bare dalam Ode (2012) mengemukakan bahwa hipertensi merupakan
tekanan darah persisten atau terus menerus sehingga melebihi batas normal
dimana tekanan sistolik di atas 140 mmhg dan tekanan diastole di atas 90 mmhg.
|
No |
Kategori |
Sistolik (mmHg) |
Diastolik (mmHg) |
|
1. |
Normal |
< 130 |
< 85 |
|
2. |
High Normal |
130-139 |
85-89 |
|
3. |
Hipertensi |
|
|
|
|
Grade 1 (ringan) |
140-159 |
90-99 |
|
|
Grade 2
(sedang) |
160-179 |
100-109 |
|
|
Grade 3 (berat) |
180-209 |
110-119 |
|
|
Grade 4
(sangat berat) |
>210 |
>120 |
Meningkatnya tekanan
darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara yaitu jantung memompa
lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri
besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Darah pada
setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh darah yang sempit dari
biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan darah. Inilah yang terjadi pada usia
lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklarierosis.
Cara yang sama,
tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokontriksi yaitu arteri kecil
(arteriola) untuk sementara waktu mengerut karena perangsangan saraf atau
hormon di dalam darah. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan
meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi
ginjal tidak dapat membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume
darah dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat (Triyanto, 2014). Sebaliknya, jika
aktivitas memompa jantung berkurang arteri mengalami pelebaran, banyak cairan
keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun. Penyesuaian terhadap
faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan didalam fungsi ginjal dan
sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi
tubuh secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan tekanan
darah melalui beberapa cara: jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah
pengeluaran garam dan air yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan
mengembalikan tekanan darah ke normal.
Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom yang untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-fight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar), meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung dan juga mempersempit sebagian besar arteriola tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak), mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh, melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang merangsang jantung dan pembuluh darah. Faktor stress merupakan satu faktor pencetus terjadinya peningkatan tekanan darah dengan proses pelepasan hormon epinefrin dan norepinefrin (Triyanto, 2014).
c. Faktor-faktor resiko yang tidak dapat diubah
1)
Riwayat
keluarga
Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktorial yaitu
pada seseorang dengan riwayat hipertensi keluarga, beberapa gen mungkin
berinteraksi dengan yang lainnya dan juga lingkungan yang dapat menyebabkan
tekanan darah naik dari waktu ke waktu. Kecenderungan genetis yang membuat
keluarga tertentu lebih rentan terhadap hipertensi mungkin berhubungan dengan
peningkatan kadar natriun intraseluler dan penurunan rasio lasium-natrium, yang
lebih sering ditemukan pada orang berkulit hitam. Klien dengan orang tua yang
memiliki hipertensi berada pada resiko yang lebih tinggi pada usia muda.
2)
Usia
Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50
tahun. Peristiwa hipertensi meningkat dengan usia 50-60% klien yang berumur
lebih dari 60 tahun memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg.
3)
Jenis
kelamin
Pada keseluruhan insiden, hipertensi lebih banyak terjadi
pada pria dibandingkan wanita sampai kira-kira usia 55 tahun. Resiko pada pria
dan wanita hampir sama antara usia 55 sampai 74 tahun, kemudian setelah usia 74
tahun wanita beresiko lebih besar.
4)
Etnis
Statistik mortalitas mengindikasikan bahwa angka kematian pada wanita berkulit putih dewasa dengan hipertensi lebih rendah pada angka 4,7%, pria berkulit putih 6,3%, pria berkulit hitam 22,5% dan angka kematian tertinggi pada wanita berkulit hitam pada angka 29,3%. Alasan peningkatan prevalensi ini belum jelas, akan tetapi peningkatannya dikaitkan dengan kadar renin yang lebih rendah, sensitivitas yang lebih besar terhadap vasopresin, tingginya asupan garam, dan tingginya stres lingkungan (Joyce dan Jane, 2014).
d. Faktor-faktor resiko yang dapat diubah
1)
Diabetes
Ketika
seorang klien diabetes didiagnosis dengan hipertensi, keputusan pengobatan dan
perawatan tindak lanjut harus benar-benar individual dan agresif.
2)
Stres
Stres meningkatkan resistansi
vaskular perifer dan curah jantung serta menstimulasi aktivitas sistem saraf
simpatis. Stresor bisa banyak hal, mulai dari suara, infeksi, peradangan,
nyeri, berkurangnya suplai oksigen, panas, dingin, trauma, pengerahan tenaga
berkepanjangan, respons pada peristiwa kehidupan, obesitas, usia tua,
obat-obatan, penyakit pembedahan dan pengobatan medis dapat memicu respon stres.
3)
Obesitas
Obesitas, terutama pada tubuh
bagian atas, dengan meningkatnya jumlah lemak sekitar diafragma, pinggang, dan
perut, dihubungan dengan pengembangan hipertensi.
4)
Nutrisi
Komsumsi natrium bisa menjadi
faktor penting dalam perkembangan hipertensi esensial. Paling tidak 40% dari
klien yang akhirnya terkena hipertensi akan sensitif terhadap garam dan
kelebihan garam menjadi penyebab pencetus hipertensi. Diet tinggi garam mungkin
menyebabkan pelepasan hormon natriuretik yang berlebihan, yang mungkin secara
tidak langsung meningkatkan tekanan darah. Muatan natrium juga menstimulasi
mekanisme vasopresor di dalam sistem saraf pusat (SSP).
5)
Penyalahgunaan obat
Merokok sigaret, mengkonsumsi
banyak alkohol, dan beberapa penggunaan obat terlarang merupakan faktor-faktor
resiko hipertensi (Joyce dan Jane,
2014).
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Chourmain. (2008). Acuan Normatif Penelitian Untuk Penulisan
Skripsi, Tesis dan Disertasi. Jakarta: Al- Haramain Publising House
Cornelius, K. dkk.
(2012). At a Glance Psikiatri edisi 4.
Jakarta: Erlangga
Depkes, RI. (2017). Pelayanan
Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. www.depkes.go.id Di akses 11
Agustus 2017
Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil. (2014). Profil Perkembangan Kependudukan Kota Bandung
2014
Friedman, M. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori
Dan Praktek. Jakarta: EGC
.
(2014). Buku Ajar Keperawatan Keluarga.
Jakarta: EGC
Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Semarang:
Pustaka Pelajar
Hawari, Dadang. 2011. Manajemen Stres, Cemas dan
Depresi. Jakarta: FKUI
Heningsih. (2014). Gambaran Tingkat Ansietas Pada Lansia di
Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta. http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id . Di akses 15 November 2017
Ilham, M. (2016). Hubungan antara Dukungan Keluarga Dengan
Tingkat kecemasan Pada Pasien Hipertensi di Ruang Rawat Inap RSUD kota Surakarta.
STIKES Kusuma Husada. http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id. Di akses 9 November 2017
Johnston, J.H. dkk.
(2011). The impact of social Support on
Perceived control among older adult: Building block of empowerment. Journal
of extension 49(5): 1-8 article number 5RIB4
Joyce, M. & Jane,
H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8. Singapura: Elsevier
Kaplan, H.I, dkk.
(2010). Sinopsis Psikiatri: Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Tangerang: Binarupa Aksara
Kowalski. (2010). Hipertensi Pada Lanjut Usia. Jakarta:
Image Press
Kushariyadi. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Lanjut Usia.
Jakarta: Salemba Medika
Kusumawardani, A.
(2014). Hubungan antara Dukungan Sosial
dan Kualitas Hidup Lansia Penderita Hipertensi. UNPAD: Jatinangor. Di
akses: http://repository.unpad.ac.id
Leily, B. (2014). Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Mahasiswa
Kedokteran Laki-laki dan Perempuan Angkatan 2011 FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Dalam Menghadapi Ujian OSCE 2014. http://repository.uinjkt.ac.id . Di akses 17 November 2017
Maryam, S. dkk. (2008).
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika
Muhith, A. &
Sandu, S. (2016). Pendidikan Keperawatan
Gerontik. Yogyakarta: Andi
Notoatmodjo. (2007). Promosi
Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
. (2010).
Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
. (2014). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta
Novi, F. (2016). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Mekanisme
Koping Lansia Terhadap Penyakit Hipertensi Di Kelurahan Sukaluyu Wilayah Kerja
Puskesmas Neglasari Bandung. STIK Immanuel
Nugroho, W. (2015). Keperawatan
Gerontik dan Geriatrik Edisi 3. Jakarta: EGC
Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Ode, S.
(2012).
Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika
Padila. (2013). Buku
Ajar Keperawatan Gerontik.Yogyakarta: Nuha Medika
Putri, D. (2013). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Kecemasan Pada Lansia di Kelurahan Lembah Sari Rumbai Pesisir. Universitas
Riau. Di akses: http://repository.unri.ac.id
Quen, M. (2016). Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Tindakan
Ibu Dalam Pencegahan ISPA Pada Balita Di Kelurahan Ciseureuh Wilayah Kerja
Puskesmas Moch.Ramdhan Bandung. STIK Immanuel
Riset kesehatan
Dasar (RIKESDAS). (2013). Kementerian Kesehatan. http://www.depkes.go.id. Diakses 5 Agustus 2017
Setiadi. (2008). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Sri, A. dkk. (2014). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi
Lansia Hipertensi Dalam Memeriksakan Tekanan Darahnya. Universitas Riau.
JOM PSIK Vol 1 No 2, Oktober 2014. https://media.neliti.com. Diakses 30 Oktober 2017
Stuart. (2013). Prinsip dan Praktek Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Singapore: Elsevier
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D. Bandung: Alfabeta
.(2017).
Statistika Untuk Penelitian. Bandung:
Alfabeta
Tamher, S. &
Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia
Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Tedjasukmana, P.
(2012). Tata Laksana Hipertensi.
Jakarta: Departemen Kardiologi, RS Premier Jatinegara dan RS Graha Kedoya
Tirtayasa, G. (2008).
Hubungan Kebiasaan Hidup dan Dukungan
Keluarga Lansia Dengan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Rendang Karang Asem
Bali. http://lib.unair.ac.id . Di akses 11 November 2017
Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita
Hipertensi Secra Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu
Yusuf, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika
LIKE
BalasHapus