Minggu, 05 Maret 2023

Konsep Dasar Karies Gigi

 Konsep Dasar Karies Gigi

a.  Pengertian karies gigi

Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktifitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Penyakit ini ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri. Penyakit karies bersifat progresif dan kumulatif, bila dibiarkan tanpa disertai perawatan dalam kurun waktu tertentu kemungkinan akan bertambah parah. Walaupun demikian, mengingat mungkinnya remineralisasi terjadi, pada stadium yang sangat dini penyakit ini dapat dihentikan

( Kidd & Bell, 2013).

  

b.      Tanda dan gejala karies gigi

Tanda awal dari lesi karies adalah munculnya bercak putih kapur pada permukaan gigi, ini menunjukkan area demineralisasi enamel, dan dapat berubah menjadi cokelat Kehitaman tapi akhirnya akan berubah menjadi sebuah kavitasi (rongga). Sebuah lesi yang muncul cokelat dan mengkilat menunjukkan karies gigi pernah hadir tapi proses demineralisasi telah berhenti, meninggalkan noda. Sebuah bercak cokelat yang kusam dalam penampilan memperlihatkan tanda karies aktif.

 

Daerah yang terkena dampak dari perubahan  warna gigi dan menjadi lunak ketika disentuh. Setelah pembusukan melewati email, dentin, yang memiliki bagian-bagian ke saraf gigi, dapat menyebabkan sakit gigi serta linu pada gigi yang berlubang apabila gigi tersebut terkena ransangan dingin, panas, makanan asin dan manis. Rasa sakit dan linu akan menghilang sekitar 1 sampai 2 detik setelah ransangan dihilangkan. Gigi karies juga dapat menyebabkan bau mulut (Hongini & Aditiawarman, 2012).

 

c.       Proses pembentukan karies gigi

Mulut merupakan tempat berkembangnya bakteri. Bakteri akan mengubah gula dan karbohidrat yang dimakan menjadi asam. Bakteri ini ada yang membentuk suatu lapisan lunak dan lengket yang disebut sebagai plak yang menempel pada gigi. Plak ini biasanya sangat mudah menempel pada permukaan kunyah gigi, sela-sela gigi, keretakan pada permukaan gigi, dan batasan antara gigi dan gusi.

 

Proses hilangnya mineral dari struktur gigi dinamakan demineralisasi, sedangkan bertambahnya mineral dari struktur gigi dinamakan remineralisasi. Kerusakan gigi terjadi apabila demineralisasi lebih besar dari pada proses remineralisasi. Asam yang merusak dalam bentuk plak menyerang mineral pada permukaan luar email gigi. Erosi yang ditimbulkan plak akan menciptakan lubang kecil pada permukaan email yang awalnya tidak terlihat. Bila email berhasil ditembus, maka dentin yang lunak dibawahnya dapat terkena. Bila bakteri sampai ke pulpa yang sensitif maka terjadi peradangan pulpa. Pembuluh darah dalam pulpa akan membengkak, sehingga timbul rasa nyeri (Ramadhan, 2010).

 

d.      Faktor penyebab terjadinya karies gigi.

Faktor dalam penyebab terjadinya karies gigi terdiri dari mikroorganisme,host, substrat, dan waktu.

1)   Mikroorganisme

Mikroorganisme merupakan faktor paling penting dalam proses awal terjadinya karies. Mereka memfermentasi karbohidrat untuk memproduksi asam. Plak gigi merupakan lengketan yang berisi bakteri produk-produknya, yang terbentuk pada semua permukaan gigi. Akumulasi bakteri ini tidak terjadi secara kebetulan melainkan terbentuk melalui serangkaian tahapan. Jika email yang bersih terpapar di rongga mulut maka akan ditutupi oleh lapisan organik yang amorf yang disebut pelikel. Pelikel ini terutama terdiri atas glikoprotein yang diendapkan dari saliva dan terbentuk segera setelah menyikat gigi.

 Sifatnya sangat lengket dan mampu membantu melekatkan bakteri-bakteri tertentu pada permukaan gigi. Asam terbentuk dari hasil fermentasi sakar diet oleh bakteri di dalam plak gigi. Sumber utamanya adalah glukosa yang masuk dalam plak gigi, sedangkan kuantitatif, sumber utama glukosa adalah sukrosa. Penyebab utama terbentuknya asam tadi adalah S.Mutans serotipe c yang terdapat di dalam plak karena kuman ini memetabolisme sukrosa menjadi asam lebih cepat dibandingkan kuman lain. 

2)   Host

Terbentuknya karies gigi diawali dengan terdapatnya plak yang mengandung bakteri pada gigi. Oleh karena itu kawasan gigi yang memudahkan pelekatan plak sangat memungkinkan diserang karies. Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies tersebut adalah:

a)      Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar; pit bukal molar dan pit palatal insisif.

b)      Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit di bawah titik kontak.

c)      Email pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas tepi gingiva.

d)      Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya plak pada pasien dengan resesi gingiva karena penyakit periodonsium.

e)      Tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengeper.

f)       Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.

 

Dalam keadaan normal, gigi geligi selalu dibasahi oleh saliva. Peranan saliva sangat besar,karena kerentanan gigi terhadap karies banyak bergantung kepada lingkungannya. Saliva mampu meremineralisasikan karies yang masih dini karena banyak sekali mengandung ion kalsium dan fosfat. Kemampuan saliva dalam melakukan remineralisasi meningkat jika ada ion fluor. Selain mempengaruhi komposisi mikroorganisme di dalam plak, saliva juga mempengaruhi pH nya. Karies mungkin akan tidak terkendali jika aliran saliva berkurang atau menghilang.

 

3)   Substrat

Dibutuhkan waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi email. Karbohidrat ini menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstrasel ( Kidd & Sally, 2013). Bakteri dalam mulut seseorang mengubah glukosa, fruktosa,dan sukrosa menjadi asam laktat melalui glikolisis yang disebut fermentasi.

 

Jika  dibiarkan kontak dengan gigi, asam dapat menyebabkan demineralisasi. Seperti remineralisasi juga dapat terjadi jika asam yang dinetralkan oleh air liur atau obat kumur. Fluorida pasta gigi dapat membantu remineralisasi. Jika demineralisasi terus dari waktu ke waktu, kandungan mineral yang mungkin akan hilang sehingga bahan organik yang lembut di tinggalkan hancur, dan membentuk rongga atau lubang. Hal ini disebabkan karena bakteri menggunakan energi dalam ikatan sakarida antara glukosa dan fruktosa (Hongini & Aditiawarman, 2012).

 

4)   Waktu

Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri dari saliva ada di dalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun. Dengan demikian sebenarnya terdapat kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini (Kidd & Sally, 2013). 

e.       Pencegahan dan penatalaksanaan karies gigi

Beberapa cara untuk mencegah terjadinya karies gigi antara lain adalah menyikat gigi dengan pasta gigi yang mengandung fluor, menjaga kebersihan gigi dengan menyikat gigi dengan benar, fissure sealant atau menutup celah gigi (Ramadhan, 2010). Penatalaksanaan karies gigi adalah sebagai berikut :

1)        Menutup lubang gigi (tambal gigi)

2)        Pencabutan gigi

3)        Pulp capping atau pemberian kalsium hidroksida untuk mempertebal lapisan dentil.

4)        Endodontic  atau perawatan untuk mengatasi dan mengobati lubang gigi yang mengalami infeksi ( Ramadhan, 2010). 

Menurut Tarigan (2013), upaya peningkatan kesehatan gigi meliputi:

a.       Pengaturan diet, yaitu mengurangi asupan karbohidrat.

b.      Kontrol Plak, yaitu dengan cara menggosok gigi dengan baik dan benar, menggunakan pasta gigi, serta pemilihan sikat gigi yang baik.

c. Penggunaan flour, yaitu menggunakan flour dalam air minum, pengolesan topikal serta penggunaan pasta gigi yang mengandung flour.

Sabtu, 04 Maret 2023

KONSEP PERAWAT

 

A.    Perawat

1.      Pengertian Perawat

Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (UU Kep.RI, 2014). Perawat merupakan tenaga profesional yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab, dan kewenangan dalam melaksanakan dan/atau memberikan perawatan kepada pasien yang mengalami masalah kesehatan (Rifiani dan Sulihandari, 2013). Dari pengertian di atas perawat merupakan tenaga profesional yang memilki kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan dalam memberikan perawatan pada pasien yang didapatkan melalui pendidikan tinggi keperawatan.

2.      Tugas dan Wewenang Perawat

Perawat dalam menyelenggarakan praktik keperawatan menurut UU nomor 38 tahun 2014, bertugas sebagai:

a.       Pemberi asuhan keperawatan;

b.      Penyuluh dan konselor bagi klien;

c.       Pengelola pelayanan keperawatan;

d.      Peneliti keperawatan;

e.       Pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang;

f.        Pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.

Wewenang perawat dalam praktik keperawatan dalam pasal 30 ayat (1) UU Keperawatan nomor 38 tahun 2014, menyebutkan dalam menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan di bidang upaya kesehatan perorangan, perawat berwenang:

a.       Melakukan pengkajian keperawatan secara holistik;

b.      Menetapkan diagnosis keperawatan;

c.       Merencanakan tindakan keperawatan;

d.      Melaksanakan tindakan keperawatan;

e.       Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan;

f.        Melakukan rujukan;

g.      Memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan kompetensi;

h.      Memberikan konsultasi keperawatan dan berkolaborasi dengan dokter;

i.        Melakukan peyuluhan kesehatan dan konseling; dan

j.        Melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada klien sesuai dengan resep tenaga medik atau obat bebas dan obat bebas terbatas.

Pasal 33 ayat (1) menyebutkan pelaksanaan tugas dalam keadan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (1) huruf (f) merupakan penugasan pemerintah yang dilaksanakan pada keadaan tidak adanya tenaga medik dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah tempat perawat bertugas. Ayat (3) Pelaksanaan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan kompetensi perawat. Ayat (4) perawat dalam melaksanakan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perawat berwenang:

a.       Melakukan pengobatan untuk penyakit umum dalam hal tidak terdapat tenaga medik;

b.      Merujuk pasien sesuai dengan ketentuan pada sistem rujukan; dan

c.       Melakukan pelayanan kefarmasian secara terbatas dalam hal tidak terdapat tenaga kefarmasian.

Pasal 35, ayat (1) dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama, perawat dapat melakukan tindakan medik dan pengobatan terbatas, darurat dan keadaan keterbatasan tertentu sesuai dengan kompetensinya. Ayat (2) pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menyelamatkan nyawa klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut. (3) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keadaan yang mengancam nyawa atau kecacatan klien. (4) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh perawat sesuai dengan hasil evaluasi berdasarkan keilmuannya. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Mentri.

Kompetensi perawat yang tercantum dalam pasal 29 ayat (1) huruf (f) pelaksana tugas pada keadaan terbatas tertentu, pasal 30 ayat (1) huruf (j) Melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada klien sesuai dengan resep tenaga medik atau obat bebas dan obat bebas terbatas. Pasal 33 ayat (1) menyebutkan pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (1) huruf (f) merupakan penugasan pemerintah yang dilaksanakan pada keadaan tidak adanya tenaga medik dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah tempat perawat bertugas dan (4) dalam melaksanakan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perawat berwenang:

a.       Melakukan pengobatan untuk penyakit umum dalam hal tidak terdapat tenaga medik;

b.      Merujuk pasien sesuai dengan ketentuan pada sistem rujukan; dan

c.       Melakukan pelayanan kefarmasian secara terbatas dalam hal tidak terdapat tenaga kefarmasian.

Pasal 35 ayat (1) dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama, perawat dapat melakukan tindakan medik dan pengobatan terbatas, darurat dan keadaan keterbatasan tertentu sesuai dengan kompetensinya.

Permenkes No. HK.02.02/MENKES/148/I/2010 pasal 8 telah mengatur tentang wewenang seorang perawat menjalankan tugasnya, meliputi melaksanakan asuhan keperawatan, observasi keperawatan, konseling keperawatan, semuanya merupakan tindakan mandiri keperawatan. Akan tetapi, terdapat beberapa pengecualian dalam tugas dan wewenang perawat seperti yang tertuang dalam pasal 10 menjelaskan bahwa seorang perawat diperkenankan melakukan tidakan medik tanpa adanya delegasi dari dokter, dengan catatan bahwa pasien dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa. Dimana jika terjadi suatu kelalaian dalam tindakan dalam keadaan darurat tersebut, maka yang bertanggung jawab adalah perawat sebagai pelaksana tindakan mandiri atau bisa saja dokter yang sebenarnya bertugas pada saat itu, tergantung dari tindakan yang dilakukan pada pasien, apakah telah sesuai dengan standar prosedur operasional (Pramesti, 2013).

3.      Fungsi Perawat

Fungsi utama perawat adalah membantu pasien/klien baik dalam kondisi sakit maupun sehat, untuk meningkatkan derajat kesehatan melalui layanan keperawatan. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi yaitu (Rifiani dan Sulihandari, 2013)  

a.       Fungsi independen

Fungsi independen merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam menjalankan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia.

b.      Fungsi dependen

Fungsi dependen merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari tenaga kesehatan lain.

c.       Fungsi interdependen

Fungsi interdependen merupakan fungsi yang dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan antara tim satu dengan lain. Perawat bertindak membantu dokter dalam memberikan pelayanan medik. Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan khusus yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter, seperti pemasangan infus, pemberian obat dan melakukan suntikan (Rifiani dan Sulihandari, 2013).

4.      Penyelenggaraan Praktik Keperawatan

Penyelanggaraan praktik keperawatan tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/148/I/2010 Pasal 8 yang berisi: (1) Praktik keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga. (2) Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. (3) Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan: a. pelaksanaan asuhan keperawatan; b. pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat; dan c. pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer.  (4) Asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan. (5) Implementasi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi penerapan perencanaan dan pelaksanaan tindakan keperawatan. (6) Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi pelaksanaan prosedur keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan. (7) Perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat memberikan obat bebas dan/atau obat bebas terbatas.

Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)

 

A.    Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)

1.      Pengertian

SADARI adalah pemeriksaan payudara sendiri yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kanker payudara pada wanita. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan cermin dan dilakukan oleh wanita yang berumur 20 tahun. Indikasi utama SADARI adalah untuk mendeteksi terjadinya kanker payudara dengan mengamati payudara dari depan, sisi kiri dan sisi kanan, apakah ada benjolan, perubahan warna kulit, puttting berisisik dan pengeluaran cairan atau nanah dan darah (Olfah dkk, 2013).

 

SADARI (Periksa Payudara Sendiri) merupakan usaha untuk mengetahui kanker payudara pada stadium yang lebih dini (down staging). Diperlukan pelatihan yang baik dan evaluasi yang reguler. SADARI direkomendasikan dilakukan setiap bulan, 7 hari setelah menstruasi bersih (Manuaba, 2010).

 

Pemeriksaan payuadara sendiri (SADARI) adalah pengembangan kepedulian seorang wanita terhadap kondisi payudaranya sendiri. Tindakan ini dilengkapi dengan langkah-langkah khusus untuk mendeteksi secara awal penyakit kanker payudara. Kegiatan ini sangat sederhana dan dapat dilakukan oleh semua wanita tanpa perlu merasa malu kepada pemeriksa, tidak membutuhkan biaya, dan bagi wanita yang sibuk hanya perlu menyediakan waktunya selama kurang lebih lima menit. Tidak diperlukan waktu khusus, cukup dilakukan saat mandi atau pada saat sedang berbaring. SADARI sebaiknya mulai dilakukan saat seorang wanita telah mengalami menstruasi (Nisman, 2011).

 

Sebaiknya jangan tunggu ada benjolan di payudara karena jika hal itu sudah terjadi, maka kemungkinan menderita kanker payudara stadium 1 lebih besar. Pemeriksaan melalui ultrasonografi dan mamografi harus dilakukan secara berkala. Untuk wanita yang berusia 50 tahun ke atas, disarankan setiap bulan. Sementara yang berumur di bawah itu, bisa tiga tahun sekali. Meski begitu, jika ada benjolan, yang terdeteksi kanker payudara dari lima wanita yang merasa ada benjolan paling hanya satu (Olfah dkk, 2013).

 

Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) adalah pemeriksaan payudara sendiri untuk dapat menemukan adanya benjolan abnormal. Pemeriksaan ini dapat dilakukan sendiri tanpa harus pergi ke petugas kesehatan dan tanpa harus mengeluarkan biaya. American Cancer Society dalam proyek skrening kanker payudara menganjurkan pemeriksaan SADARI walaupun tidak dijumpai keluhan apapun. Dengan melakukan deteksi dini dapat menekan angka kematian sebesar 25-30%. Dalam melakukan deteksi dini seperti SADARI diperlukan minat dan kesadaran akan pentingnya kesehatan untuk meningkatkan kualitas hidup serta menjaga kualitas hidup untuk lebih baik. SADARI optimum dilakukan pada sekitar 7 hari setelah awal siklus menstruasi karena pada masa itu retensi cairan minimal dan payudara dalam keadaan lembut, tidak keras, membengkak sehingga jika ada benjolan akan lebih mudah ditemukan (Mulyani, 2013).

 

2.      Tujuan SADARI

Tujuan dari SADARI yaitu mendeteksi ketidak normalan atau perubahan yang terjadi pada payudara. Menurut Nisman (2011) SADARI dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

a.       SADARI hanya mendeteksi secara dini kanker payudara, bukan untuk mencegah kanker payudara. Dengan adanya deteksi dini maka kanker payudara dapat terdeteksi pada stadium awal sehingga pengobatan dini akan memperpanjang harapan hidup penderita kanker payudara.

b.      Menurunkan angka kematian penderita karena kanker yang ditemukan pada stadium awal akan memberikan harapan hidup lebih lama.

3.      Waktu untuk Melakukan SADARI

SADARI perlu dilakukan ketika seorang wanita telah mencapai masa pubertas dan mulai mengalami perkembangan pada payudaranya. Hal ini bertujuan agar wanita bisa mendeteksi dan mengenali perubahan dalam tubuh sejak dari masa menstruasi pertama (Rasjidi, 2009). Menurut Pamungkas (2011) waktu terbaik bagi wanita untuk memeriksa sendiri payudaranya adalah ketika payudara tidaklah begitu lunak atau membengkak.

 

SADARI dilakukan oleh setiap wanita yang telah memiliki siklus mentruasi dan wanita yang telah mengahiri siklus menstruasi (menopause). SADARI dilakukan setiap 1 bulan sekali selama lebih kurang 5-10 menit antara hari kelima dan ke ketujuh dari siklus mentruasi dengan menghitung hari pertama mentruasi sebagai hari pertama. SADARI dapat juga langsung dilakukan apabila dicurigai adanya kelainan pada payudara (Suryaningsih, 2009).

 

4.      Cara Melakukan SADARI

Menurut Pamungkas (2011) dalam bukunya yang berjudul “Deteksi Dini Kanker Payudara”, menjelaskan cara melakukan SADARI adalah sebagai berikut :

a.       Berdiri di depan cermin agar dapat melihat payudara secara jelas. Perhatikan perubahan ukuran payudara kanan dan kiri (simetris atau tidak), puting susu misalnya tertarik kedalam atau keluarnya cairan dari puting susu, pertahatikan apakah kulit pada puting susu berkerut.

Gambar 2.1 Melihat perubahan dihadapan cermin

Description: C:\Users\Yonas\Documents\1. a.PNG

Sumber: Handayani (2013)

 

b.      Masih berdiri didepan cermin, sambil kedua tangan di belakang kepala, periksalah apakah ada kelainan berupa retraksi, pembengkakan, atau kemerahan di semua bagian kedua payudara.

Gambar 2.2 Kedua telapak tangan di belakang kepala

Description: C:\Users\Yonas\Documents\2.PNG

Sumber: Handayani (2013)

c.       Ulangi dengan kedua tangan diletakkkan pada pinggang dan badan agak condong ke arah cermin, tekan bahu dan siku kearah depan. Perhatikan perubahan ukuran dan kontur payudara.

 

Gambar 2.3 Kedua tangan diletakkan pada pinggang

Description: C:\Users\Yonas\Documents\3.PNG

Sumber: Handayani (2013)

 

d.      Angkat lengan kiri dan turunkan lengan kanan. Dengan menggunakan tiga jari tangan kanan (telunjuk, tengah, manis), telusuri payudara kiri. Gerakkan jari-jari tangan secara memutar di sekeliling payudara, mulai dari tepi payudara ke arah puting susu. Tekan perlahan, rasakan setiap benjolan atau massa di bawah kulit. Lakukan hal yang sama terhadap payudara kanan.

 

Gambar 2.4 Memeriksa payudara dengan menelusuri

Description: C:\Users\Yonas\Documents\4.PNG

Sumber: Handayani (2013)

e.       Tekan puting susu secara perlahan dan perhatikan apakah keluar cairan dari puting susu (cairan bening, seperti susu, berwarna kuning, atau bercampur darah). Lakukan hal ini secara bergantian pada payudara kiri dan kanan.

 

Gambar 2.5 Pemeriksaan cairan pada puting susu

Description: C:\Users\Yonas\Documents\5.PNG

Sumber: Handayani (2013)

f.        Ulangi pemeriksaan secara palpasi dengan posisi berbaring.

Gambar 2.6 Pemeriksaan payudara dengan posisi bebaring

Description: C:\Users\Yonas\Documents\6.PNG

Sumber: Handayani (2013)

 

5.      Masalah Yang Ditemukan Saat Melakukan Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)

Menurut Olfah dkk (2013) menyatakan apabila anda tidak melakukan Skrining dan deteksi dini dengan pemeriksaan payudara sendiri setiap bulan 5-7 hari setelah menstruasi akan medapatkan temuan masalah kanker payudara atau kelainan yang terjadi di payudara seperti memiliki sejumlah tanda yang harus diwaspadai yang menunjukkan suatu ketidaknormalan pada payudara. Hal-hal berikut ini dapat menandakan adanya kanker payudara tanda-tanda khusus kanker payudara sebagai berikut:

a.       Terdapat benjolan kecil pada jaringan disekeliling payudara biasanya tanpa rasa sakit walaupun 25% kanker dihubungkan dengan suatu rasa tidak nyaman.

b.      Perubahan tekstur atau rasa seperti perubahan warna kulit dan terdapat kerutan-kerutan pada kulit payudara.

c.       Rasa tidak nyaman atau kesadaran rutin terhadap salah satu payudara.

d.      Suatu perubahan pada puting susu atau pengeluaran spontan dari puting susu (jarang-jarang).

e.       Terjadi pembengkakan, benjolan yang keras, padat, tidak sakit, jika ditekan tidak bergerak pada tempatnya, dan hanya teraba pada salah satu payudara.

f.        Terjadi perlukaan seperti keluar darah atau nanah dari puting susu.

g.      Timbul rasa nyeri.

h.      Terjadi pembengkakan di daerah ketiak atau puting susu seperti gatal, terasa terbakar, dan tertarik ke dalam.